Pages

Rabu, 10 Oktober 2012

KESADARAAN DALAM ISLAM



       Masjid-masjid bertambah banyak. Pemuda dan pelajar serta mahasiswa membanjiri masjid dan mushola. Berbagai kegiatan diadakan di sana. Ramadhan dan hari-hari besar ramai dengan kegiatan keislaman. Acara diskusi dan seminar tentang Islam banyak dikunjungi mahasiswa dan cendekiawan. Pesantren dan pondok didatangi mahasiswa yang ingin belajar Islam kepada kyai-kyai. Kajian-kajian Islam selalu menarik perhatian. Buku-buku tentang Islam membanjiri pasaran dan dinyatakan paling laris. Kita semua mengatakan ini semua sebagai alamat tumbuhnya kesadaran beragama di kalangan ummat Islam.


        Banyak pejabat pemerintah menunaikan ibadah haji. Di kantor-kantor pemerintah dan lembaga-lembaga swasta diperintahkan untuk didirikan masjid dan mushola, bahkan juga tempat-tempat hiburan dan wisata. Kita menyebutnya kesadaran mulai tumbuh di lingkungan pejabat muslim.
Sebagian orang mempertanyakan, sementara perguruan tinggi Islam berkeberatan menerima lulusan pondok pesantren, mereka juga mengirimkan sarjana-sarjananya ke perguruan tinggi di AS dan Eropa, yang sekuler dan berpedirian “agama adalah pribadi sifatnya”. Sementara di dalam negeri sudah terkondisikan kecenderungan formalitas dan spesialitas yang merupakan ciri masyarakat modern. Maka sudah dapat diduga: lulusan barat inilah yang akan menangani masalah-masalah keagamaan negeri ini nantinya. Berbarengan dengan itu, dilakukan pula pengaburan istilah “ulama“ dan istilah-istilah keislaman lainnya. Sementara itu, di kalangan kaum muslimin bermunculan aliran-aliran sesat, usaha-usaha pengaburan atau tasykik atau meragukan sampai pada hal-hal yang menyangkut sumber-sumber Islam, al-Quran dan sunnah. Penafsiran yang terlepas dari teks atau nash-nash kedua sumber itu pun dilakukan oleh cendekiawan. Pemerintah atau dalam hal ini depag bersikap membiarkan seolah berkata ini adalah proses pendewasaan.
      Sebagian lainnya berfikir masjid, mushola, puasa dan haji, dakwah dan da’i, berjilbab dan nikah, talak serta rujuk, diskusi, seminar dan mengaji Islam, bukanlah semua itu masalah pribadi? Bukankah seharusnya semua itu dapat dilakukan tanpa harus terlebih dahulu menunggu perkenaan atasan, karena sudah dibenarkan oleh Undang-undang? Lalu tentang ICMI, kata salah seorang tokohnya untuk mengurus ICMI tidak disyaratkan orang yang mengerti Islam. Dapatkah ini disebut sebuah kesadaran berislam? Adakah kesadaran tanpa pemahaman? Bukankah aktivitas yang disebut di atas bisa juga dilakukan oleh muslimin di negara paling sekuler sekalipun, sehingga tidak perlu menunggu mendirikannya di negara Islam?

0 komentar:

Posting Komentar

Followers

 

kisah pesantren. Copyright 2012 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Free Blogger Templates Converted into Blogger Template by Bloganol dot com